Kamis, 02 September 2010

NASA Temukan 100 Planet Mirip Bumi


Tepat di luar sistem tata surya kita, NASA telah menemukan lebih dari 100 planet-baru mirip bumi. Suatu harapan baru bagi mereka yang tertarik pada kehidupan di luar Bumi.

Badan antariksa ini mengatakan bahwa pesawat antariksa Kepler telah mengumpulkan data lebih dari 156.000 bintang dalam mencari tanda-tanda planet yang mengorbitnya, selama enam minggu.

Data tersebut menunjukkan ada lima sistem tata surya baru dalam Bima Sakti serta 700 benda langit yang kemungkinan merupakan planet baru. 140 diantaranya dianggap mirip dengan planet bumi kita, yang komposisinya dapat mendukung pengembangan kehidupan.

Sebelum adanya laporan NASA, sekitar 450 planet telah ditemukan di luar tata surya kita selama 15 tahun terakhir. Namun sebagian besar dikenal tidak bersahabat bagi kehidupan dan memiliki suhu permukaan yang sangat tinggi.

Kepler diluncurkan pada April 2009 dan pada Juni telah menempati posisinya untuk memantau ruang di luar tata surya. Wahana antariksa ini akan melakukan misi empat tahun untuk menguji struktur dan keanekaragaman sistem planet dalam Bima Sakti dengan menggunakan kamera 95-megapixel.

"Sementara penelitian secara menyeluruh sedang dilakukan, implikasinya adalah bahwa banyak sistem planet memiliki planet ganda," ujar William Borucki, investigator misi ini, kepada Mail Online. (EpochTimes/sua)


Sumber :
Helena Zhu
http://erabaru.net/iptek/81-antariksa-astronomi/15976-nasa-temukan-100-planet-mirip-bumi
30 Juli 2010

Astronomy Magazine How To - Observe Galaxies

Birth of the Solar System

Astronomi

Bambang hidayat : Merambah Lebih dari Astronomi


Ranah astronomi bagi Bambang Hidayat bisa jadi hanya merupakan sebuah pijakan awal bagi pemikirannya yang meluas, seluas ruang angkasa tempat rasi bintang bertakhta. Berbincang dengan profesor astronomi yang purnatugas tahun 2004 ini seperti menyelami ruang (angkasa) ilmu pengetahuan, pendidikan, sejarah, dan kebangsaan.

Kepedulian dan kiprahnya selama ini merupakan wujud dari keinginan mengembangkan dan mewariskan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus.

Kepala Observatorium Bosscha ITB di Lembang selama 31 tahun ini bertutur tentang upayanya mewujudkan School of Astronomy. "Kalau school of thought lebih kurang sudah ada, tetapi untuk membangun gedung observatorium baru Anda perlu uang banyak." Rintisannya membangun sebuah radiotelescope bekerja sama dengan India, dalam program Giant Equatorial Radio Telescope di Limapuluh Kota, Sumatera Barat, pupus akibat ketiadaan dana. Namun, Library of Astronomy di Bosscha bisa dibanggakan karena up to date. Di luar itu, Bambang merasa masih banyak yang harus dilakukan.

Pria yang lahir di Kudus, 18 September 1934, dan pernah menjabat sebagai Wakil Presiden International Astronomical Union (1994–2000) ini masih mencita-citakan ada suatu kelompok inti ilmuwan yang kuat yang bisa menjadi idola bangsa ini. Ilmuwan tersebut harus bisa memberikan nilai tambah pada ilmu pengetahuan untuk bisa diwariskan demi kontinuitas. "Dan, jangan lupakan kontribusi pendahulu. Coba pahami logika yang mendorong sebuah keputusan di masa lalu," ungkapnya.

Ilmu pengetahuan adalah untuk membuat orang bisa memilih. Bukan untuk melakukan pemaksaan.


Tahun 1966 merupakan awal dia menulis di harian ini. Pagi itu, belum lagi ia duduk di ruang tamunya yang dikelilingi "dinding buku", profesor astronomi itu langsung menyorongkan tulisan pertamanya di Kompas, sebuah surat pembaca berjudul "Pentjabutan Gelar" (Kompas, 16/9/1966) di halaman 2. Surat itu menanggapi tuntutan agar gelar doktor honoris causa kepada presiden pertama RI, Soekarno, dicabut.

Sebagai ilmuwan yang berpegang pada kebenaran, Bambang tak gentar menuliskan pandangannya bahwa gelar akademis tak dapat dicabut karena "kebenaran ilmiah adalah mutlak, dalam arti mengandung unsur yang dapat diverifikasikan." "Keadaan (politik) masih sulit waktu itu. Saya bukan membela Soekarno, melainkan saya membela kebenaran ilmiah," ungkapnya. Tulisannya terus hadir di harian ini dalam berbagai bentuk, mulai dari surat pembaca, resensi buku, catatan ilmu pengetahuan dan teknologi, hingga opini.

Berdasarkan kebenaran ilmiah pula dia berhasil membendung pembangunan gedung Pertamina di kawasan Observatorium Bosscha di Lembang. Untuk itu dia senang karena, "Pemerintah menghargai ilmu pengetahuan." Masih soal kebenaran ilmiah, Bambang amat prihatin atas berbagai kasus plagiat yang melanda sejumlah perguruan tinggi papan atas di negeri ini. Dia menegaskan pentingnya ilmuwan memegang etika dan tanggung jawab di dunia ilmu pengetahuan. Etiknya melarang dilakukannya: fabrikasi (mengarang cerita), falsifikasi (pemalsuan data), dan plagiat (menjiplak karya orang lain).

Prinsip ilmiah yang dipegangnya itu diperluasnya ke berbagai ranah kehidupan, terutama sejarah. Dia berbicara tentang Soekarno, kenegaraan, kecintaan akan Tanah Air, tentang sejarah si pelaku (petit histoire), dan tentang bagaimana membentuk masyarakat ilmiah pada masa depan. Pengembaraannya itu telah mempertemukannya dengan Roeslan Abdulgani, Mohamad Rum, penulis novel berbahasa Jawa, Suparto Brata—yang sering diteleponnya—untuk diajak berdiskusi, dan berbagai tokoh nasional lainnya.

"Ilmu pengetahuan adalah untuk membuat orang bisa memilih". Bukan untuk melakukan pemaksaan. Hal itu, antara lain, yang dimaksud Bambang seperti terungkap pada orasi 3 Juni 2010. Maka, dia pun prihatin menyaksikan demo mahasiswa yang menyertakan kekerasan.

"Mahasiswa mestinya bisa mengajukan argumen ilmiah untuk menguatkan pendapatnya agar orang lain paham. Bukan memaksakan kehendak dengan menggunakan otot." Bambang pun prihatin. Dan, ia pun terus menulis dan menulis dari rumahnya yang asri di kompleks dosen ITB di Dago, Bandung, tentang berbagai hal, dengan sentralnya, ilmu pengetahuan. (Brigitta Isworo Laksmi)


Sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2010/06/28/11114377/Merambah.Lebih.dari.Astronomi
28 Juni 2010

Wow, Bintang Baru Dikelilingi 7 Planet


Para astronom Eropa menemukan sebuah bintang yang dikelilingi tujuh planet. Ini merupakan penemuan eksoplanet terbesar sejak 15 tahun lalu. Bintang ini mirip dengan sistem tata surya. Meski begitu, belum ditemukan bukti bahwa tata surya itu layak menjadi tempat tinggal manusia kelak.

Bintang itu adalah HD 10180, berada pada jarak 127 tahun cahaya dari Bumi di konstelasi bintang selatan Hydrus, ular air jantan, demikian laporan European Southern Observatory (ESO) dalam siaran pers Selasa (24/8/2010). Mereka mendeteksi lima planet besar, seukuran Neptunus, tetapi mengorbit dalam setahun antara enam hari dan 600 hari. Dua planet lain, yang satu seukuran Saturnus, mengorbit selama 2.200 hari. Sedangkan planet lainnya, 1,4 kali massa Bumi, mengorbit bintang HD 10180 hanya dalam waktu 1,18 hari Bumi mengitari Matahari.

Jadi, ini merupakan sistem bintang dengan tujuh planet. Sedangkan sistem Matahari memiliki delapan planet. Astronom ESO, Christophe Lovis, mengatakan, ”Kita tengah memasuki era baru penelitian eksoplanet, studi tentang sistem planet yang kompleks dan bukan planet satu per satu.” Menurut NASA, sejak 1995, terdeteksi 402 bintang dengan planet-planetnya. Sejauh ini tidak ada di antara planet-planet itu, meski mirip dengan Bumi, memiliki suhu yang memungkinkan adanya air dan kehidupan. (AFP/YUN)

Sumber :
http://sains.kompas.com/read/2010/08/26/10480889/Wow..Bintang.Baru.Dikelilingi.7.Planet
26 Agustus 2010

Sumber Gambar:
http://sains.kompas.com/read/2010/08/26/10480889/Wow..Bintang.Baru.Dikelilingi.7.Planet

Bangsa yang Kuat, Kuasai Iptek Dirgantara


Al-Quran dengan isyarat-isyaratnya mendorong eksplorasi antariksa dengan sains tentang fenomena langit dan sifat fisis lainnya. Kekuatan sains dan teknologi mampu menembus penjuru langit dan bumi. Penguasaan sains dan teknologi antariksa juga akan mendorong pengembangan wahana antariksa. Demikian diungkapkan Profesor Riset Astronomi Astrofisika Lapan, Prof Dr Thomas Djamaluddin saat ceramah hikmah pada Peringatan Nuzulul Quran tingkat Nasional di Istana Negara, Jakarta, Kamis (26/8).

Bangsa yang kuat adalah bangsa yang kokoh dalam penguasaan sains dan teknologi. Penguasaan pesawat terbang, roket, dan satelit menjadi mutlak diperlukan untuk penguasaan langit yang pada gilirannya akan menguasai penjuru bumi. Di hadapan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono beserta jajaran menteri, Thomas menekankan, teknologi antariksa memudahkan komunikasi navigasi di bumi, mengamati perilaku alam, dan mengeksplorasi kandungan sumber dayanya.

“Dengan motivasi tinggi, bangsa kita pun sedang berupaya membangun kekuatan itu, walau dengan segala keterbatasan,” ujarnya. Kemandirian di bidang teknologi antariksa merupakan keunggulan suatu bangsa. Dalam hal penerapan teknologi terbaru, sektor swasta bisa berperan besar di dalamnya. Namun, untuk kemandirian, peran pemerintahlah yang menjadi dominan.

Sejak peluncuran Satelit Palapa 1976, kita kini tak mungkin lepas dari ketergantungan pada teknologi satelit. Bukan hanya sekadar telekomunikasi, melainkan untuk penginderaan jauh dan navigasi. Lapan sebagai lembaga pemerintah untuk litbang keantariksaan telah merintis pembuatan satelit yang kini telah berada di orbit pada ketinggian 630 km, Satelit LAPAN-TUBsat.

Kini, Lapan sedang mempersiapkan satelit Twinsat (LAPAN-A2 dan LAPAN-Orari) yang diharapkan dapat diluncurkan tidak lama lagi. Kemandirian pembuatan roket peluncur satelit kini juga sedang diupayakan. Upaya-upaya tersebut dengan dukungan penguasaan teknologi penginderaan jauh dan sains kedirgantaraan, berorientasi pada peningkatan kemandirian dan kesejahteraan bangsa. “Upaya itu juga sebagai realisasi tantangan Al-Quran yakni menembus penjuru langit dan bumi”, tegasnya.

Di sisi lain, pemenuhan keingintahuan ini mendorong manusia untuk mengkaji rahasia alam. Al-Quran merangkum asal-usul alam semesta itu dengan isyarat tentang ”enam hari penciptaan”. Sains yang dikembangkan dalam mengkaji fenomena alam mencoba memahami isyarat ungkapan-ungkapan dalam Al-Quran.

Proses penciptaan alam dalam enam masa digambarkan yaitu dua masa untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan menentukan makanan bagi penghuninya.

Al-Quran memberi isyarat banyak fenomena alam yang menjadi tantangan sains untuk mengungkapkannya. “Dalam Islam, sains bukan semata untuk kepentingan intelektual menjawab keingintahuan manusia, melainkan juga bisa digunakan membantu menyempurnakan kualitas ibadah, tanpa mencampuri keyakinan dalil syar’i yang diyakini masing-masing,” tutupnya.


Sumber :
http://www.lapan.go.id/doc_news/BK.html